“Bu Iri, ada kopi disana ?” tanya pak Ali lewat telpon kepada bu Sahiri yang sedang berada di kantin.

“Ada Pak Ali” jawab Bu Iri.

“Kalau begitu antarkan ke ruangan tiga gelas ya. Saya, Pak Kasubag dan Pak Hasan” Pinta Pak Ali.

“Nggih Pak Ali” sahut bu Iri.

“Ok Ditunggu” ujar Pak Ali yang langsung mengakhiri panggilan.

Sekitar lima menit kemudian Bu Iri datang membawa tiga gelas kopi yang ia taruh dalam satu piring.

“Assalamu’alaikum” Sapa Bu Iru begitu ia tiba di depan pintu ruangan Pak Kasubag.

“Wa’alaikumussalam” jawab kami bertiga dengan serentak.

” Ni kopinya” ucap bu Iri begitu selesai mengucapkan salam.

“Ooo Mari bu” pak Ali mempersilhkan Bu iri untuk masuk.

Bu sahiri pun masuk dan menaruh kopi satu persatu didepan kami.

“Mari kalau begiru bapak-bapak” Pamit Bu Sahiri begitu selesai mengantarkan kami Kopi.

” Nggih Bu Iri, Ma Kasih” Timpal Pak Ali mewakili.

“Esssssst”

kami langsung menyeruput kopi yang sudah ditaruh Bu Iri didepan kami masing-masing.

Seruput demi seruput terus berlangsung tanpa bicara.

Pak Ali sibuk memandangi laptop, pak Kasubag melihat-melihat layar HP, sementara aku mengarahkan pandangan keluar lewat jendela.

“Ngomong-ngomong, kita kan disini punya tiga guru cewek yang belum menikah” Ucap Pak Ali tiba-tiba memulai pembicaraan.

“Bu Dea, Bu Nisa sama Bu Husna” sambungnya menyebut nama satu persatu.

“Terus kenapa ?” Tanyaku menyambut ucapannya.

“Kira-kira dari tiga orang ini nanti, siapa kira-kira yang akan paling dulu menikah ?” Tanya Pak Ali kepada saya dan Pak Kasubag.

“Pak Kasubag, coba side dulu, siapa kira-kira ?” Tanya Pak Ali sambil mengarahkan pandangan kearah Pak Kasubag.

“Kalau saya, yang akan paling dulu menikah adalah Bu Dea” Jawab Pak Kasubag sambil sedikit tersenyum.

“Kenapa Bu Dea ?” tanya pak Ali.

“Karena saya melihat, dari ketiganya, Bu Dea lah yang paling aktif, berisik dan ceplas-ceplos bicara soal jodoh” ujar Pak Kasubag menyampaikan alasan.

“Dengan alasan ini berarti Bu Dea ?” Tanya pak Ali lagi menguatkan.

“Tidak hanya itu, Bu Dea juga sudah terang-terangan menyebut nama calonnya” sambung Pak Kasubag.

“Dengar-Dengar, kalau tidak salah nama calonnya, Rangga” Sambung Pak Kasubag lagi.

“Jadi, kalau side, yang paling dulu akan nikah adalah Bu Dea” Tanya pak Ali pada Pak Kasubag lagi.

“Iya” jawab pak kasubag singkat.

“Kalau side pak hasan, Siapa ?” pak Ali mengalihkan pertanyaan kepadaku.

“Kalau saya, Bu Husna” jawabku mengarahkan pandangan ke Pak Ali.

“Kenapa Bu Husna ?” Tanyanya lagi.

“Karena menurut saya, Diantara mereka bertiga, Bu Husna ini yang paling jauh terlihat lebih dewasa dan lebih siap” Ucapku.

“Selain itu soal umur, saya juga melihat Bu Husna ini yang paling matang” lanjutku.

“Jadi, Bu Husna ?” tanya Pak Ali sekali lagi.

“Iya” ujarku.

“Lalu, kalau side siapa ?” Tanyaku balik pada Pak Ali.

“Kalau saya, Bu Nisa” jawab Pak Ali.

“Kenapa Bu Nisa. Bu Nisa itu menurut saya orangnya calm, irit bicara dan jauh dari kesan ingin cepat cepat nikah” Cobaku membantah Pak Ali.

“Justru itu yang lebih bahaya” Ujar Pak Ali Sambil mengeluarkan asap dari hidungnya hasil dari hisapan rokok.

“Maksudnya bahaya?” Aku penasaran.

“Justru banyak saya temui, orang yang pembawaannya calm, pendiam tapi justru dia yang tiba-tiba nikah” kata Pak Ali.

“Oooo gitu ya ?” Gumamku.

“Iyaaa” jawab Pak Ali sambil terus menghisap rokoknya.

“Essssst”

Aku menutup perbincangan dengan menyeruput kembali kopiku.

“Teeeeeet” suara bel tiba-tiba memecahkan suasana kami. Pertanda, waktu keluar main sudah habis.

Aku pun segera bangkit dari tempat dudukku untuk kembali.masuk kedalam kelas.

“Eiiit, ada yang ketinggalan” ucapku ketika baru saja akan melangkahka kaki.

“Gimana dengan Winda ?” Tanyaku sambil mengarahkan pandangan kearah pak Ali dan Pak Kasubag.

“Kalau winda itu masih jauuuh, dia masih bau kencur” canda pak Ali yang langsung disambit tawa kami bertiga.

“Hahahahaha”.

By : Hasan Basri